Catatan KecilKu untuk Gerlik
Sejenak aku merenungkan apa yang terjadi selama ini, dengan jelas aku melihat mereka seperti malaikat-malaikat kecil yang penuh keceriaan, harta kami yang paling berharga. Mereka telah kami anggap sebagai adik kami sendiri, bahkan tak jarang juga kami menganggap mereka sebagai anak kami.
Sangat aneh kedengaranya kalau memang kami menganggap mereka seperti anak kami, secara mereka tidak lahir dari rahim kami, tidak ada hubungan darah sama sekali, dan mereka pun tidak tinggal bersama kami 24 jam penuh, tapi ini nyatanya.
Kami sayang dengan mereka bahkan kami terlanjur cinta dengan mereka. Layaknya seorang Ibu yang menyangi dan mengasihi mereka dan layaknya seorang Ayah yang selalu menjaga dan melindungi mereka.
Kami sayang dengan mereka bahkan kami terlanjur cinta dengan mereka. Layaknya seorang Ibu yang menyangi dan mengasihi mereka dan layaknya seorang Ayah yang selalu menjaga dan melindungi mereka.
Suatu ketika aku bercerita kepada Ibuku tentang kegiatanku dengan mereka selama ini, namun Ibuku berkata “kamu tidak akan pernah bisa merasakan kasih sayang mereka kepadamu kalau kamu tak menganggap mereka anakmu sendiri”.
Entah ingat atau tidak ibuku dengan ucapnya itu, yang jelas, hingga detik ini aku masih ingat hal itu “Niat yang baik akan selalu mendapat jalan yang baik pula, insyaAllah"
Memang benar apa yang dikatakan oleh Ibuku, tetapi aku tak pernah berharap mereka bisa sayang kepadaku, walaupun jiwa ragaku sebagai ancamannya, walaupun nyawaku sebagai taruhannya semata-mata untuk mereka. Memang itu sulit membuat mereka sayang kepadaku, karena aku tau mereka sudah sejak dini tidak menerima kasih sayang, belaian dari orang tuanya. Sehingga hidup penuh kekerasan adalah makanan kesehariaan mereka. Aku tidak putus asa ataupun kecewa, walaupun kehadiranku di kehidupannya hanya sebatas "orang asing" tidak lebih dari itu.
Suatu hari aku mengeluh kesal, "kenapa anak didikku (mereka) tidak bisa diatur? apakah mereka sudah jenuh dengan kami? apakah selama ini yang kami berikan untuk mereka tidak ada artinya?" pertanyaan-pertanyaan itu terus muncul dan selalu aku pikirkan. Padahal aku sudah jauh-jauh dari kampus ke tempat belajar mereka, eh sudah sampai disana bukannya sambutan yang saya dapatkan melainkan kesemrawutan yang didapat. Aku menghela nafasku sejanak, sambil mengamati satu per satu wajah mereka. Ingin sekali aku menegurnya, tapi hati berkata lain "khan mereka masih anak kecil, wajarlah kalau berbuat seperti itu". Akhirnya aku pun terdiam. Lalu aku teringat perkataan oleh ibuku dulu "bahwa kamu tidak akan bisa merubah tingkah laku mereka, sebelum mereka benar-benar sayang dan memahami keinginan kamu". Tapi Tak apalah, itu semua butuh waktu. Asal kalian tau, aku tetap berdiri kokoh disini karena berusaha membuat mereka nyaman dan mau terus belajar, walaupun kehadiranku disana tidak disambut baik oleh mereka..
Inilah mereka yang aku maksud, harta kami yang paling berharga, mutiara kecil yang tak ternilai..
Oleh:
source: BUKAN ARSIP BIASA (BAB)
No comments:
Post a Comment